Pendahuluan
Harus diakui, arus modernisasi yang berjalan kuat dan pesat, membuat dinamika kemahasiswaan berjalan sangat dinamis dengan tingkat kebebasan berpikir yang sangat tinggi. Melalui disiplin keilmuan yang diterimanya serta jaringan pergaulan dan informasi yang mampu diaksesnya, menjadikan mahasiswa hidup dalam dunia kebebasan yang sangat lebar. Modernisasi telah benar-benar menggeser dan meruntuhkan segala pranata yang sudah mapan, termasuk pranata moral keagamaan dan sosial.
Seorang ilmuan muslim Mesir kenamaan Hassan Hanafi, mensinyalir bahwa modernisasi mampu menyuguhkan sejuta opsi dalam satu hal kecil yang sangat terbatas sekalipun. Di sana tersedia sejumlah standar dan ukuran-ukuran. Siapa pun bebas menggunakan ukuran dan standar tersebut, bahkan juga berganti-ganti dari satu standar ke standar yang lain. Kebebasan menggunakan standar inilah yang kemudian meruntuhkan segala bangunan pranata sosial-keagamaan yang sudah mapan.
Lihatlah bagaimana generasi muda kampus melakukan seks bebas, obat-obatan terlarang, dan larut dalam tuntutan-tuntutan gaya hidup modern lainnya. Padahal, tidak sedikit dari mereka yang berlatarbelakang masyarakat desa dengan kultur yang sangat bertolak belakang. Alfin Tofler menyebut gejala ini dengan cultural shock, sebuah keterkejutan budaya yang tanpa disadari menyeretnya ke dalam arus kebudayaan baru yang tidak dikenal sebelumnya.
Modernisasi memang benar-benar menjadi satu persoalan tersendiri dalam kultur masyarakat praindustri, seperti Indonesia. Di dalamnya terjadi aneka kontradiksi yang berjalan dalam satu irama perubahan pada dimensi kultural dan kesadaran manusia. Dalam jeratan kultur seperti inilah, lanjut Hassan Hanafi, setiap orang berkecenderungan kembali kepada nilai-nilai primordialnya atau membangun mekanisme defensif dengan mengusung sebuah nilai-nilai fundamental yang sangat asasi. Biasanya, alternatif pengimbang terhadap modernisasi dipilihlah nilai-nilai keagamaan.
Lembaga Pendidikan Tinggi Islam harus dapat memainkan perannya yang tepat dalam usaha pencapaian serta peningkatan kemajuan dan kesejahteraan umat Islam. Buat uamt Islam di Indonesia hal itu juga berarti pencapaian dan peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Keberhasilan peran itu diindikasikan oleh kemampuan lulusannya dalam menjalankan pekerjaannya dalam masyarakat sehingga membawa kemajuan dalam lingkungan pekerjaannya khususnya dan kemajuan masyarakat pada pumumnya. Dengan begitu ia menjadi kader bangsa atau umat yang berharga.
Pembentukan kepribadian dan citra diri yang bermutu ditentukan oleh kepemimpinan yang tepat dari pimpinan lembaga serta seluruh tenaga pendidik dan administrasi. di satu pihak. Sedangkan di pihak lain ditentukan pula oleh penyelenggaraan kehidupan mahasiswa dalam berbagai organisasi dan kegiatannya. Kepemimpinan perguruan tinggi yang baik adalah yang dapat bersikap Tut Wuri Handayani, artinya memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupannya secara otonom dengan selalu menjaga hubungan dan komunikasi yang dekat antara pimpinan lembaga dengan para mahasiswa.
Citra Diri
Citra diri adalah anggapan yang tertanam di dalam fikiran bawah sadar seseorang tentang dirinya sendiri. Citra diri bisa tertanam dalam fikiran bawah sadar oleh pengaruh orang lain, pengaruh lingkungan, pengalaman masa lalu atau sengaja ditanamkan oleh fikiran sadar. Citra diri ada yang bersifat positif dan membangun , adapula yang bersifat negatif dan merusak. Citra diri positip akan membawa seseorang pada kehidupan sukses dan bahagia dunia akhirat, sebaliknya citra diri negatif akan menghancurkan kehidupan seseorang dan membawanya pada kesengsaraan hidup didunia dan akhirat
Citra diri memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang, antara lain :
- Citra diri merupakan blueprint kehidupan seseorang, ia akan menjalani kehidupannya sesuai gambaran mental yang ada dalam citra dirinya
- Gambaran mental pada fikiran bawah sadar seseorang cenderung menjelma kealam nyata
- Kiprah seseorang dibatasi oleh citra dirinya, ia tidak akan pernah melampaui batasan batasan yang tergambar dalam fikiran bawah sadarnya
- Citra diri negatif membawa seseorang pada kehancuran
- Citra diri positip membawa seseoran pada kemenangan dan keberhasilan
- Citra diri negatif menarik unsur negatif kedalam kehidupan seseorang
- Citra diri positif menarik unsur positif kedalam kehidupan seseorang
Citra diri negatif
Citra diri negatif adalah gambaran serta anggapan seseorang tentang dirinya sendiri yang bersifat negatif .Citra diri negatif tertanan didalam diri seseorang akibat pangaruh lingkungan , orang lain atau pengalaman masa lalu yang membekas dalam dirinya. Di daerah yang lingkungan hidupnya miskin para orang tua sering menamkan fikiran negatif kepada putra putrinya. Ketika seorang anak menyampaikan cita cita atau keinginannya kepada orang tuanya maka orang tuanya mengatakan: “ Kita ini orang susah, orang melarat, kita tidak mungkin mendapatkan apa yang kau inginkan itu. Kita tidak pantas mendapatkan semua itu. Cukup saja kita hidup seperti ini”. Jika ucapan orang tuanya yang berulang –ulang itu terekam dan tertanam dalam fikiran bawah sadar sianak secara mendalam.maka ucapan itu telah membentuk citra diri sianak. Ia telah membuat gambaran dan batasan batasan tentang dirinya bahwa ia adalah orang miskin, susah dan melarat , tidak mungkin mencapai sukses atau keberhasilan dalam hidup. Batasan batasan ini akan menjadi blueprint kehidupannya untuk selanjutnya. Ia tidak akan pernah mampu melampaui batasan itu. Jika ada orang yang memberinya modal usaha , atau mengajaknya berbisnis pasti akan selalu mengalami kegagalan. Apapun usaha dan bisnis yang digelutinya akan mengalami kehancuran selama citra diri negatif itu masih tertanam dalam fikiran bawah sadarnya. Untuk mencapai sukses dan keberhasilan dalam hidup ia harus mengubah citra dirinya , dan ini bukan pekerjaan mudah. Mengubah citra diri yang telah tertanam dalam diri seseorang membutuhkan usaha yang gigih dan sungguh sungguh.
Ciri-ciri Citra diri negatif
Tanda tanda orang yang mempunyai citra diri negatif secara umum antara lain :
- Merasa rendah diri, menganggap diri tidak berguna dan tidak berarti ditengah masyarakat. Merasa keberadaannya tidak dibutuhkan oleh masyarakat dan lingkungan.
- Merasa tidak pantas atau berhak memiliki atau mendapatkan sesuatu
- Merasa terlalu muda atau tua untuk melakukan sesuatu
- Merasa dibenci dan tidak disukai oleh lingkungan dan orang disekitarnya
- Merasa tidak mampu dan selalu khawatir mendapat kegagalan dan cemoohan dari orang disekelilingnya
- Merasa kurang pendidikan dibandingkan orang lain
- Kurang memiliki dorongan dan semangat hidup, tidak berani memulai sesuatu hal yang baru, selalu khawatir berbuat salah dan ditertawakan orang
Orang yang mempunyai citra diri negatif umumnya sering mengucapkan kata kata sebagai berikut:
- Kita orang miskin, kita orang susah kita tidak mungkin mendapatkan itu…
- Itu hal yang tidak mungkin…..
- Orang pasti mentertawakan kita…..
- Kita tidak akan mampu melakukannya….
- Kita tidak pantas mendapatkan itu….
Citra diri positif
Citra diri positif adalah anggapan atau gambaran seseorang tentang dirinya sendiri yang bersifat positif. Umumnya sejak anak anak orang tua mereka telah menanamkan nilai nilai positif kedalam fikiran sianak. Tidak semua orang yang hidup dari kalangan rakyat miskin mempunyai citra diri negatif. Diantara mereka ada orang yang ditanamkan oleh orang tuanya nilai nilai positif dengan ucapan :“…Kalian harus meraih kemenangan,… kalian harus menjadi orang kaya….kalian harus memperbaiki keadaan kita…kalian harus membangkitkan batang terendam…” dan lain sebagainya.
Inilah yang menyebabkan munculnya orang orang besar dan sukses dari kalangan petani , buruh atau orang miskin didesa maupun kota.
Orang yang mempunyai citra diri positif mempunyai semangat hidup dan semangat juang yang tinggi. Ia mempunyai cita cita dan gambaran yang jelas tentang masa depannya. Ia yakin dan optimis apa yang dicita citakannya itu akan tercapai. Ia tidak takut gagal atau ditertawakan orang dalam mencoba hal hal yang baru.
Ia merasakan dirinya penuh semangat, optimis dan yakin pada setiap yang dikerjakan. Ia merasa lingkungkan dan semua orang berpihak padanya. Ia tidak gentar menghadapi berbagai halangan dan rintangan. Ia yakin kemenangan berpihak padanya. Citra diri positif menjadi blueprint kehidupannya, dunia seolah olah tunduk padanya, sukses demi sukses diraihnya seiring dengan berjalannya waktu. Masalah dan kesulitan tidak pernah bisa mengalahkannya. Inilah type pemimpin dunia dan orang orang yang meraih sukses dalam segala bidang kehidupan didunia ini.
Ciri citra diri positif
Tanda tanda orang yang mempunyai citra diri positif antara lain:
1. Mempunyai gambaran yang jelas tentang masa depannya
2. Optimis mengarungi kehidupan
3. Yakin dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
4. Penuh harapan dan yakin dapat meraih kehidupan yang lebih baik
5. Segera bangkit dari kegagalan dan tidak larut dalam duka berkepanjangan
6. Tidak ada hal yang tidak mungkin
7. Penuh rasa percaya diri
Umumnya orang yang mempunyai citra diri positip sering mengucapkan kata kata sebagai berikut:
- · Kita pasti bisa mengatasinya
- · Jangan takut….maju terus
- · Coba sekali lagi kita pasti berhasil
- · Kita tidak boleh lemah dan patah semangat
- · Tidak ada hal yang tidak mungkin
- · Jangan khawatir Allah selalu bersama ,kita
- · Allah pasti menolong kita
Pentingnya Citra Diri yang Positif
“Anda adalah sebagaimana yang Anda pikirkan tentang diri Anda sendiri” Bingung? Versi aslinya, mungkin malah lebih mudah dipahami: “You are what you think”. Ini adalah kalimat pepatah luar negeri. Maksudnya adalah jika kita memiliki citra diri positif, maka kita akan mengalami berbagai macam hal positif sesuai dengan apa yang kita pikirkan.
Banyak ahli percaya bahwa orang yang memiliki citra positif adalah orang yang beruntung. Citra diri yang positif membuat mereka menikmati banyak hal yang menguntungkan, antara lain:
Membangun Percaya Diri
Citra diri yang positif secara alamiah akan membangun rasa percaya diri, yang merupakan salah satu kunci sukses. Orang yang mempunyai citra diri positif tidak akan berlama-lama menangisi nasibnya yang sepertinya terlihat buruk. Citra dirinya yang positif mendorongnya untuk melakukan sesuatu yang masih dapat ia lakukan. Ia akan fokus pada hal-hal yang masih bisa dilakukan, bukannya pada hal-hal yang sudah tidak bisa ia lakukan lagi. Dari sinilah, terdongkrak rasa percaya diri orang tersebut.
Meningkatkan Daya Juang
Dampak langsung dari citra diri positif adalah semangat juang yang tinggi. Orang yang memiliki citra diri positif, percaya bahwa dirinya jauh lebih berharga daripada masalah, ataupun penyakit yang sedang dihadapinya. Ia juga bisa melihat bahwa hidupnya jauh lebih indah dari segala krisis dan kegagalan jangka pendek yang harus dilewatinya. Segala upaya dijalaninya dengan tekun untuk mengalahkan masalah yang sedang terjadi dan meraih kembali kesuksesan yang sempat. Inilah daya juang yang lebih tinggi yang muncul dari orang dengan citra diri positif.
Manfaat Citra Diri yang Positif
Seseorang yang memiliki citra diri yang positif akan mendapatkan berbagai manfaat, baik yang berdampak positif bagi dirinya sendiri maupun untuk orang-orang di sekitarnya. Manfaat-manfaat yang terasakan oleh si empunya citra diri positif dan lingkungannya tersebut adalah:
Membawa Perubahan Positif
Orang yang memiliki citra diri positif senantiasa mempunyai inisiatif untuk menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan tempat ia berkarya. Mereka tidak akan menunggu agar kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya, mereka akan melakukan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik.
Masalah pengangguran tidak membuat orang bercitra diri positif mencak-mencak dan memaki pemerintah. Orang seperti ini akan berusaha mencari dan membuat lapangan pekerjaan bagi diri dan lingkungannya. Hingga ia bisa meyakinkan investor dan memulai usahanya, lapangan pekerjaan pun akan terbuka. Perubahan positif tidak hanya terasakan oleh dirinya, namun juga oleh lingkungannya.
Mengubah Krisis Menjadi Keberuntungan
Selain membawa perubahan positif, orang yang memiliki citra positif juga mampu mengubah krisis menjadi kesempatan untuk meraih keberuntungan. Citra diri yang positif mendorong orang untuk menjadi pemenang dalam segala hal. Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan, kegagalan, kesulitan dan hambatan sifatnya hanya sementara. Fokus perhatian mereka tidak melulu tertuju kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar.
Seringkali kita memandang pada pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat bahwa ada pintu-pintu kesempatan lain yang terbuka untuk kita. Kita seringkali memandang dan menyesali kegagalan, krisis dan masalah yang menimpa terlalu lama, sehingga kita kehilangan harapan dan semangat untuk melihat kesempatan lain yang sudah terbuka bagi kita.
Seringkali kita memandang pada pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat bahwa ada pintu-pintu kesempatan lain yang terbuka untuk kita. Kita seringkali memandang dan menyesali kegagalan, krisis dan masalah yang menimpa terlalu lama, sehingga kita kehilangan harapan dan semangat untuk melihat kesempatan lain yang sudah terbuka bagi kita.
John Forbes Nash, pemenang nobel di bidang ilmu pengetahuan ekonomi dan matematika, justru merasa tertantang ketika mengalami soal matematika atau permasalahan ekonomi yang sulit. Kesulitan-kesulitan ini menurut Forbes, merupakan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya memecahkan masalah tersebut. Kesulitan dan masalah dalam matematika dan ekonomi, mendorongnya untuk mencari cara-cara baru yang lebih efektif dan kreatif sebagai solusi bagi permasalahan tersebut.
Strategi Membangun Citra Diri Positif
Setelah kita menyadari pentingnya memiliki citra diri positif, dan manfaat memiliki citra diri positif, tentunya kita juga ingin tahu bagaimana membangun citra diri yang positif. Berikut ini hal-hal yang harus dilakukan untuk membentuk citra diri yang positif:
Persiapan
Salah satu cara membangun citra diri positif adalah melalui persiapan. Dengan persiapan yang cukup, kita menjadi lebih yakin akan kemampuan kita meraih sukses. Keyakinan ini merupakan modal dasar meraih keberuntungan. Dengan melakukan persiapan, kita sudah berhasil memenangkan separuh dari pertarungan. Persiapan menuntun kita untuk mengantisipasi masalah, mencari alternatif solusi, dan menyusun strategi sukses. Persiapan dapat diwujudkan dengan mencari ilmu pengetahuan yang mendukung kita dalam menyelesaikan suatu masalah. Persiapan juga berarti latihan fisik dan perencanaan strategi bagi atlet-atlet olahraga.
Berpikir Unggul
Untuk membangun citra diri yang positif, kita harus berpikir unggul. Cara berpikir unggul seperti ini akan mendorong kita untuk senantiasa berusaha menghasilkan karya terbaik. Mereka tidak akan berhenti sebelum mereka dapat mempersembahkan sebuah mahakarya. Muhammad Ali, petinju asal Amerika Serikat, telah menjadi petinju legendaris dengan segudang prestasi yang membanggakan. Semua ini dapat diraih Ali karena selalu berpikir unggul. Setiap kali bertanding, yang dipikirkan oleh Ali adalah kemenangan. Ali tidak pernah berpikir kalah, tetapi selalu berpikir menang. Dengan tujuan kemenangan, Ali dan pelatih serta semua yang mendukungnya berlatih dan menyusun strategi untuk membukukan kemenangan yang sudah dipikirkan sebelumnya.
Belajar Berkelanjutan
Selain melalui persiapan yang tepat serta berpikir unggul, citra diri positif juga bisa dibangun melalui komitmen pada pembelajaran berkelanjutan. Hasil belajar akan membawa perubahan positif dengan menambah nilai bagi orang yang berhasil mendapatkan pengetahuan ataupun keterampilan baru, yang bisa dijadikannya modal untuk maju meraih sukses. Tanpa semangat untuk senantiasa mengembangkan diri, orang yang sudah memiliki citra positif bisa saja lalu kehilangan citranya tersebut karena tidak dianggap ”unggul” lagi atau tidak dianggap mampu menambah nilai bagi masyarakat sekitar melalui karya-karya yang dihasilkannya.
Seringkali orang yang sudah berada di tingkat atas merasa tak perlu lagi untuk belajar. Ia memandang remeh untuk belajar lagi, ia pikir, “Toh, aku sudah sukses.” Tambahan, orang seperti ini lebih enggan lagi untuk belajar pada orang yang lebih rendah dari dirinya. Hasilnya, ketika ia dirundung masalah, keberhasilannya pun melorot. Orang yang lebih rendah yang terus belajar akan menggantikannya dan menangani masalah dengan lebih baik.
Ternyata, banyak juga manfaat yang bisa kita peroleh jika kita mempunyai citra diri yang positif. Tunggu apa lagi? Insyaallah, mencintai diri sendiri dengan memiliki citra diri yang positif ini tak seruwet jika kita terjebak dengan kisah mencintai orang lain. Selamat membangun citra diri yang positif
Kampus Islami
Berbicara masalah kampus Islami, kita tidak boleh melupakan sejarahnya pada periode Islam klasik di mana kampus-kampus Islam waktu itu berhasil mencetak para intelektual Islam terkemuka seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Kindi, Ibnu Taimiyah, Sayed Qutb, Muh. Abduh sehingga pada zaman itu disebut sebagai zaman peradaban muslim. Namun jika melihat kenyataan sekarang maka sepertinya telah terjadi ambivalensi dari pendirian kampus Islam itu sendiri. Tulisan ini mencoba membahas perbedaan kampus Islami kontemporer dan kampus Islami klasik, serta sebagai otokritik dari persepsi secara parsial terhadap kampus Islami yang selama terjadi pada pemikiran intelektual Muslim kampus kita.
Sejarah Kampus/Universitas Islam Klasik
Sejarah Islam klasik memiliki peran yang sangat penting dalam entry point pembentukan peradaban masyarakat ilmiah di dunia. Hal ini dapat di lihat seperti yang tertulis dalam buku Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia yang diterbitkan oleh Depdikbut RI tahun 1997 yang menyebutkan bahwa Universitas Islam pertama adalah Universitas Granada dan Universitas Nizamiah di Baghdad yang didirikan pada masa Bani Umayyah yang waktu itu menguasai Spanyol di Barat. Kemudian juga terdapat Universitas Al Azhar di Kairo, Houzas di Qom serta model kampus tradisional yang lebih maju seperti Darul Ulum di Deoband, India dan Universitas Islam di Madinah.
Pada waktu itu dasar ideologis pembentukan Universitas Islam adalah jelas-jelas dalam rangka untuk menghasilkan para intelektual muslim yang memiliki visi keislaman, semangat moral dan iman Islam yang sangat kuat dengan integrasi yang sangat kuat antara konsep Ilmu dan Amal. Ditambah lagi bahwa kampus Islam waktu itu benar-benar merupakan kampus Islami sesungguhnya yang mana orientasinya adalah untuk mempelajari dan memahami seluruh ayat-ayat Allah SWT baik yang tertulis (Al-Qur’an) maupun yang tercipta (Alam semesta) dengan tidak melupakan penerapan syari’at Islam secara kaffah. Hingga tidak heran kiranya dengan sistem kampus Islami seperti itu muncullah para raksasa intelektual muslim tangguh seperti Ibn-Hazm Al-Qurtubi (wafat tahun 1064) yang ahli dalam berbagai bidang, menulis lebih dari 400 buku yang terkenal mulai dari sastra, filsafat sampai pada kesehatan, lalu intelektual muslim lain seperti Al-Amiri (wafat tahun 922), Khawarizmi yang menemukan Aljabar, Omar Khayyam yang menyelesaikan persamaan kuadrat untuk pertama kalinya, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Razi, al-Mas’udi, Abdul Wafa, Abu Bakar Zakaria Al Razi (Razez) dan masih banyak lagi para intelektual muslim yang lain. Sehingga pada waktu itu di bawah Kekhalifahan Umayyah di Spanyol Islam menjadi pusat peradaban budaya dan ilmu pengetahuan. Namun sayang sebelum abad ke-17 pemikiran Barat telah mulai menjajah dunia Islam, dan sebelum permulaan abad ke-12 kekuatan simbolik politik Islam, Khalifah Utsmaniyah, telah lenyap. Sehingga peradaban muslim yang dulu menjadi acuan ilmu pengetahuan dunia sekarang telah kehilangan identitas intelektualnya yang kini telah beralih ke Barat, sehingga secara langsung pula universitas-universitas Islam sekarang telah berangsur-angsur kehilangan label “kampus Islami-nya” akibat dari berhasilnya program propaganda sekulerisme dan westernisasi yang digulirkan oleh bangsa Barat. Hal senada juga pernah ditegaskan oleh Prof. Dr. –Ing. Iskandar Alisjahbana (CSDT The Habibie Center) yang mengatakan bahwa selama ini yang kita baca adalah Al Qur’an dari Arab, sedangkan ayat Al Qur’an yang tersebar dibumi ini masih banyak yang belum kita “baca”.
Kampus Islami Kontemporer Vs Kampus Islami Klasik
Membicarakan tentang kampus Islami berarti persepsi kita harus mencakup seluruh dimensi keislaman yang terdapat dalam terminologi kampus Islami tersebut, yaitu: Pertama, bagaimana kehidupan para intelektual muslim di kampus, sejauh mana mereka menerapkan kehidupan Islami dalam keseharian hidup mereka. Contoh yang paling nyata dapat kita lihat adalah peraturan mengenai kewajiban menggunakan jilbab di kampus, hal ini menunjukkan bahwa usaha-usaha menerapkan peraturan-peraturan Islam pragmatis sudah mulai dilakukan dengan harapan agar para masyarakat kampus dapat menerapkan kehidupan yang Islami. Kedua, lebih dari itu sesungguhnya kampus Islami memiliki arti dan cakupan yang amat luas dan mendalam. Apabila suatu universitas telah memekai label Islam maka seluruh aspek yang melandasi pembentukan kampus Islam tersebut, mulai dari konsep ilmu pengetahuan, landasan spiritualisme harus berlandaskan pada Islam serta memenuhi kriteria Islami dari Universitas Islam, diantaranya adalah seperti yang penulis kutip dari buku karangan Dr. Ziauddin Sardar yang sangat menyentuh:
“……universitas/Kampus Islam berbeda dengan model barat dalam hal konsep pengetahuan dan landasan spiritualnya. Konsep pengetahuan Islam dilandasi tauhid (unity of God) yang terefleksikan ke dalam semua segi kehidupan Islam dan mengintegrasikan tiga karakteristik evolusi peradaban Muslim yang menjadi landasan bangunan Universitas Islam: tamil (bersedia tunduk pada inti dan jiwa Islam), tazim (mencintai kehormatan dan wujud kebesaran Islam), adab (menghormati dan menghargai nilai-nilai Islam). Universitas Islam, kata penulis, akan mulai dengan anak tangga yang paling bawah, yakni adab.”
“….kriteria Islami dari Universitas Islam tidak bisa tidak adalah institusi universial di mana semua cabang pengetahuan dipelajari dalam kerangka etis dan metodologis yang betul-betul Islami. Selanjutnya, institusi yang akan didirikan itu tidak dapat bekerja secara sederhana untuk memodernisasi sektor tradisional yang, menurut Zaman, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan institusi yang mendidik orang menjadi sekular atau universitas-universitas modern yang hanya berlabel Islami.”
Selanjutnya pada dataran yang lebih maju, kampus Islam hendaknya dapat kembali menjadi pusat ilmu pengetahuan untuk membangun peradaban Muslim, sehingga universitas Islam kontemporer seharusnya bersifat dan mempunyai karakter yang konseptual serta mengedepankan esensi di dalam struktur institusional dan organisasionalnya. Universitas ini mestinya menjad mikrokosmos peradaban Muslim dan menyediakan sarana untuk memenuhi kebutuhan intelektual dan penelitian. Oleh karenanya di tingkat pusat universitas tersebut harus mempunyai program penelitian dan pengembangan yang sanggunp mengkaji dan menerapkan pendangan dunia Islam yang pokok.
Identifikasi Masalah dan Solusinya
Sekarang kita dapat mengetahui akar masalah sesungguhnya mengapa terwujudnya kampus Islami di universitas Islam hingga saat ini belum sesuai harapan kita bersama, hal ini dikarenakan terjadi penyimpangan terhadap dua masalah pokok yang mana satu sama lain saling terkait erat dan tidak bisa dipisahkan, sebab kalau ditafsirkan dan diterapkan secara parsial akan mengakibatkan tidak terwujudnya tujuan kampus Islam itu sendiri yaitu Pertama, dasar ideologis pendirian Unviersitas Islam tersebut tidak mengintegrasikan tiga karakteristik bangunan Universitas Islam yaitu tamil, tazim dan adab. Jika pada pengertan tamil bahwa kita diharuskan untuk bersedia tunduk pada inti dan jiwa Islam, maka sudah barang tentu konsekuensinya Universitas Islam yang kita didirikan pertama-tama harus tunduk pada inti dan jiwa Islam, sehingga seluruh konsep ilmu pengetahuan harus semata-mata dilandasi oleh tauhid, dan ini jelas-jelas berbeda dengan konsep pendidikan Barat yang semata-mata menekankan pada aspekscience murni yang cenderung sekuler. Masih bias dan belum terarahnya tujuan utama pendirian kampus Islam tersebut sehingga kadangkala dalam proses perkembangan universitas tersebut mengalami berbagai kendala internal, seperti penafsiran yang salah dari para mahasiswa selama menggali ilmu di kampus tersebut sehingga tidak heran kadangkala banyak yang menjadi sekuler, padahal jelas-jelas mereka berasal dari universitas Islam, lalu keluaran dari universitas Islam tersebut masih kalah jauh bersaing dengan kampus-kampus umum lainnya. Pendirian kampus Islam harus memiliki tujuan yang dibangun atas fondasi yang lengkap dalam rangka merekonstruksi peradaban Muslim. Karena institusi ini menjadi pelayan yang dilengkapi dengan pusat pengetahuan untuk membentuk peradaban Muslim kembali.
Kalau kita mau berkontemplasi, alangkah indahnya tujuan pendidikan yang tertera pada brosur Universitas Islam Internasional Malaysia ini, yaitu sebagai berikut:
- Revitalisasi konsep pendidikan Islam yang mengakui pencarian pengetahuan sebagai ibadah.
- Menegakkan kembali…keunggulan Islam dalam semua bidang pengetahuan
- Menghidupkan kembali tradisi pendidikan Islam kuno di mana pengetahuan disebarluaskan dan dicari dengan sikap ketundukan kepada Tuhan.
- Memperlebar cakupan dan pilihan pada pendidikan tinggi umat Islam.
Selain itu visi yang harus dimiliki oleh setiap kampus Islam adalah universitas Islam harus dibentuk sebagai institusi yang berorientasi ke depan. Agar berfungsi sebagai institusi yang menyediakan pusat pengetahuan bagi peradaban Muslim, civitas akademisnya harus dapat memprediksi kebutuhan kaum muslim kontemporer dan masa depan yang berubah-ubah. Kedua, persepsi secara parsial tentang kampus Islami yang selama ini terjadi. Memang tidak salah kiranya jika selama ini banyak orang beranggapan bahwa jika para mahasiswanya telah patuh pada peraturan-peraturan pragmatis kampus Islami, seperti memakai jilbab, tidak boleh gondrong, tidak boleh memakai celana robek yang menampakkan aurat dan lain sebagainya maka dikatakan kampus tersebut sudah Islami. Hal ini dapat dimaklumi karena zaman sekarang pemahaman umat Islam (terutama kaum muda) terhadap agama Islam sendiri sangat lemah. Sehingga walaupun sudah diterapkan peraturan Islami di kampus tetap sja banyak para mahasiswa yang sekedar “menggugurkan kewajiban” dalam mematuhi peraturan kampus Islami, tanpa mengetahui esensi dari peraturan itu sendiri. Ini dikarenakan kurangnya kesadaran (mungkin ketidaktahuan) mereka akan ajaran Islam. Tapi syukurlah walau dalam keadaan yang demikian masih banyak diantara para dosen dan mahasiswa yang lebih paham yang rela meluangkan waktunya untuk melakukan usaha-usaha perbaikan dan penyadaran umat kampus, diantaranya adalah dengan membentuk halaqah-halaqah pengajian, dan diskusi-diskusi untuk lebih memperdalam pemahaman keislaman. Tetapi usaha ini semua akan mengalami akselerasi hasil yang sangat memuaskan jika kiranya dari pihak birokrat kampus dapat ikut berpartisipasi yang dalam hal ini dapat berupa policy (kebijakan) yang mendukung ke arah terciptanya suasana kampus Islami.
Namun walaupun begitu kita terus jangan terjebak oleh pola pikir seperti ini sehingga sampai-sampai menyebabkan kita ikut latah meyakini bahwa bentuk kampus Islami adalah yang seperti yang di sebutkan di atas. Padahal sesungguhnya kampus Islami itu tidak hanya berkutat pada masalah-masalah pragmatis seperti yang disebutkan sebelumnya, melainkan sudah mencakup aspek yang lebih luas yaitu sesuai dengan apa yang penulis ungkapkan pada bagian Kampus Islami Kontemporer Vs Kampus Islami Klasik. Untuk mencapai proses pencapaiannya jelas-jelas tidak bisa dilakukan oleh segelintir dosen dan mahasiswa saja melainkan juga harus dilakukan secara menyeluruh oleh seluruh elemen-elemen dan masyarakat kampus Islam mulai dari para decision maker, birokrat kampus, pemerintah, dosen, cendekiawan muslim serta mahasiswa. Karena sasaran dan tujuan yang harus dicapai dari kampus Islami tidak hanya ditujukan bagi kampus Islam tersebut sebagai individu tetapi juga demi menegakkan kembali peradaban Muslim dalam bidang pengetahuan yang tetap berlandaskan kepada tauhid.
Penutup
Tidak mungkin terwujud Kebangkitan Islam dalam Abad ke 21 kalau tidak diselenggarakan pendidikan yang sesuai dengan keperluan untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Melalui pendidikan itu dibentuk Manusia Muslim Indonesia yang berkepribadian tinggi sehingga dapat menjalankan fungsi kepemimpinan tetapi juga fungsi pelaksana yang tangguh di berbagai aspek kehidupan bangsa. Terbentuk harga diri yang sehat dan segar yang dapat meninggalkan rasa inferior yang sekarang masih sering tampak sebagai akibat dari masa lampau ketika umat Islam selalu dipojokkan atau dipinggirkan. Umat Islam yang terdiri dari warga yang digambarkan itu pasti akan berprestasi di segala bidang kehidupan.
Terutama perlu diusahakan perbaikan kondisi serta kemampuan ekonomi umat Islam karena hal itu sangat berpengaruh terhadap penghasilan umat Islam pada umumnya, sedangkan itu berpengaruh terhadap berbagai kemampuan yang perlu dibangun. Perlu diwujudkan agar tingkat ekonomi dari warga masyarakat yang paling rendah meningkat secara merata sehingga tercapai rata-rata penghasilan yang makin tinggi. Katakanlah mencapai penghasilan rata-rata per capita sebesar 2000 dollar AS pertahun. Itu berarti bahwa kesenjangan antara golongan atas dan menengah atas di satu pihak dan golongan menengah bawah serta golongan bawah di pihak lain makin menyempit. Untuk dapat mencapai hal itu perlu diusahakan peningkatan produktivitas. Dan itu sangat dipengaruhi oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang serta adanya kemampuan manajemen yang menghasilkan efektivitas dan efisiensi.
Juga hasil pendidikan itu harus dapat mewujudkan penguasaan dan penyebaran informasi yang makin bermanfaat bagi umat Islam. Masa kini dan terutama masa depan umat manusia sangat dipengaruhi oleh pihak yang menguasai informasi. Kita mengalami sekarang di Indonesia betapa penyebaran informasi dikuasai oleh pihak tertentu yang pada umumnya kurang bersahabat dengan perjuangan umat Islam. Hal itu disebabkan karena kemampuan pihak tersebut untuk menguasai bagian besar dari media cetak dan media elektronika di negeri ini. Harus pula diperhatikan bahwa faktor luar negeri turut berperan aktif dalam penyebaran informasi untuk mempengaruhi cara berpikir masyarakat pada umumnya. Kita lihat betapa besar peran Internet dewasa ini di kalangan anak muda terpelajar. Kalau keadaan demikian tidak dapat diperbaiki maka hal itu akan sangat merugikan usaha umat Islam untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Dan karena itu sangat mengganggu pelaksanaan Kebangkitan Islam.
Akan tetapi persoalan yang amat pelik adalah bahwa jumlah umat Islam di Indonesia begitu besar. Sedangkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu diperlukan pembiayaan yang tidak sedikit. Diragukan apakah dengan kemampuan pembiayaan yang ada dapat diadakan pendidikan yang bermutu bagi seluruh umat Islam yang jumlahnya sekitar 170 juta orang dengan keperluan pendidikan yang aneka ragam.. Sebaiknya pendidikan dasar untuk bagian terbesar diserahkan kepada Pemerintah yang telah menetapkan Wajib Belajar 9 tahun. Sebab jumlah anak didik untuk pendidikan dasar terlalu banyak untuk dihadapi oleh dunia swasta Islam. Pendidikan dasar swasta Islam hanya diadakan secara terbatas untuk mempunyai TK dan SD yang sungguh-sungguh bermutu. Jadi adanya pendidikan dasar swasta yang kurang bermutu adalah pemborosan belaka. Kemudian harus selalu ada desakan kepada Pemerintah untuk mengadakan pendidikan dasar yang seluas dan sebaik mungkin.
dari :
Kajian tentang Pencanangan Kehidupan Kampus Islami
Oleh : Sofian Malik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar