maliki

SELAMAT DATANG DI BLOG MALIKI AL MISBAH

Senin, 17 Oktober 2011

Cinta Rasul pada Umatnya

KETIKA denyut dan nafas akhir kehidupan Rasulullah Saw. segera menghampirinya, seraya ditemani putri tercintanya, Fatimah, satu kata terucap dari bibir beliau, “Ummatii…ummatii…” Sebuah ungkapan kerinduan dan kecintaan yang teramat indah kepada umatnya.
Sejak saat itu, dunia kehilangan manusia terbaik sepanjang sejarah peradaban. Kelam pun menyelimuti seluruh langit. Beliau mengucapkan selamat tinggal sekaligus selamat datang pada generasi yang akan mengikuti millah-nya. Perwujudan kecintaan yang begitu dalam dan tidak akan lekang hingga akhir zaman.
Dalam doa-doa di keheningan malam, Rasulullah Saw. selalu bermunajat kepada Allah Swt. tentang kerisauan terhadap keadaan umatnya. Dengan rasa takut dan harap, beliau selalu berdoa agar umatnya senantiasa berada di jalan yang diridhai Allah. Beliau tidak rela bila melihat umatnya ada dalam genggaman setan. Pengharapan yang begitu tulus dan ikhlas dari sang panutan.
Rasulullah Saw., dengan segenap cinta, pengharapan dan kerisauannya, telah memberikan sinyal kepada kita bahwa umatnyalah yang selalu ia pikirkan setiap hari.
Lantas, bagaimana dengan kita? Apakah kita juga selalu memikirkan dan meneladani Rasulullah Saw. dalam keseharian kita? Sudahkah kita merasakan pengaruh cinta Rasulullah Saw. dalam jiwa kita? Pertanyaan itu akan segera terjawab ketika mengukur kualitas akhlak dan kepribadian kita, serta sejauh mana kita mengenal Rasulullah Saw.
Sebagai umat Muhammad, meskipun hidup di zaman yang terentang sekian ratus tahun dari zaman kehidupannya, sepantasnya jika kita me-review kembali seberapa besar keberadaan Rasulullah Saw.di hati kita. Bagaimanapun, sudah seharusnya kita membalas cinta Rasulullah Saw. dengan segala upaya dan kesungguhan dengan menjadikan beliau sebagai suri teladan dan idola sepanjang zaman.
Akhlak Rasulullah Saw. baik kepada anak-anak, pemuda, orang tua dan wanita. Semua terbingkai begitu mempesona. Bahkan beliau tetap santun meskipun dengan orang yang memusuhinya, seperti kisah orang kafir di Thaif yang melempar beliau dengan batu dan kotoran.
Beliau sama sekali tidak marah, malah mendoakan dengan tulus agar dia lekas diberi hidayah. Atas nama cinta, beliau tidak meminta agar perlakuan orang kafir tersebut diberi balasan yang setimpal. Aisyah, istri Rasulullah Saw. yang sering ia sebut khumairah, menggambarkan akhlaknya itu sebagai Al-Quran berjalan. Artinya, Akhlak Rasulullah Saw. adalah Al-Quran.

Anas ra. pernah menuturkan tentang kelembutan Rasulullah Saw, katanya, “Aku tidak pernah menyentuh kain celupan atau sutra selembut telapak tangan Rasulullah Saw. Aku telah berkhidmat kepada Rasulullah Saw. selama sepuluh tahun tetapi beliau tidak pernah sama sekali berkata “Ah” kepadaku. Juga tidak pernah menegur terhadap apa yang aku lakukan dengan teguran “Kenapa engkau melakukannya?” Juga tidak pernah menegur kenapa aku tidak melakukan sesuatu?” Bila direnungi, semua perjalanan hidup yang ditempuh Rasulullah Saw, sebenarnya adalah demi cintanya kepada kita sebagai umatnya. Bukan hanya memberikan tuntunan bagi umatnya, tetapi juga memberikan seluruh cintanya.

Jadi, jika Allah menunjuk Rasulullah Saw. sebagai teladan terbaik manusia sepanjang zaman, sebagai umatnya, masihkah kita berteladankan kehidupan Rasulullah Saw? Akankah seluruh rasa cinta Rasulullah Saw. kepada umatnya kita balas dengan tidak sedikit pun mengambil kehidupannya sebagai teladan kita? Jawabannya ada pada hati kita semua. (hpt.com)

Kamis, 13 Oktober 2011

Ada beberapa persiapan harus dilakukan bagi para calon mempelai.


Pertama, yakni qolbu harus selalu yakin kepada Allah. Calon istri kita milik Allah. Yang mengetahui segala perasaan yang ada pada diri kita adalah Allah. Yang memerintahkan kita menikah adalah Allah. Pernikahan terjadi juga dengan ijin Allah.


Kedua, tingkatkan kepribadian kita supaya disukai Allah. Perbaikilah apapun yang dapat kita lakukan ; akhlak kita, perbuatan kita, tingkah laku kita. Jagalah pandangan, bergaulah dengan lawan jenis dengan cara yang disukai Allah.

Ketiga, persiapan ilmu, terutama ilmu agama, kita akan bisa beribadah dan beramal dengan benar. Dan Allah pun siap menolong kita, kalau kita beribadah dan beramal dengan benar Ilmu agama penting dikuasai supaya kita tahu standar yang benar. Kita pelajari rumah tangga Rasulullah SAW.

Keempat, belajarlah ilmu umum, seperti ilmu kesehatan, ilmu merawat tubuh, cara memahami wanita (bagi suami). Bagaimana menghadapi istri saat kehamilan, saat melahirkan dan lain sebagainya. Begitu pun istri harus memahami bagaimana prilaku suami, bagaimana emosinya, bagaimana karakternya. Maka, belajar ilmu psikologi yang banyak berkaitan dengan hal-hal seperti ini sangat diperlukan.

Kelima, persiapkan dan tingkatkanlah keterampilan. Seperti keterampilan menata rumah, mencari tambahan penghasilan, memasak, keterampilan menekan biaya hidup dan lain-lain. Hal ini perlu dilakukan baik oleh calon suami, maupun oleh calon istri. Sebab setelah menikah bagi keduanya masing masing berpeluang berpisah. Suami harus berpikir misalnya bahwa ajal siap datang menjemput kapan saja. Maka ketika istrinya meninggal duluan jangan sampai kelabakan karena tidak bisa menggantikan peran istrinya. Begitu pun bagi istri, ia harus ditinggal suaminya. Maka ia harus siap memberi nafkah keluarga dengan meningkatkan keterampilan menambah penghasilan

Begitulah persiapan-persiapan yang harus ditempuh bagi kaum laki-laki dan perempuan yang sudah berniat berumah tangga. Bagi mereka yang telah maksimal mempersiapkannya, Insya Allah masalah apa pun yang dihadapi tidak akan membuat mereka goyah. Mereka akan tetap tegar dan yakin bahwa Allah akan menolongnya. Ingat firman Allah berikut ini :

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur ayat 32). Wallahu a’lam bish showab